28 November 2021

Survey Kawasan Bekas Terbakar Riau Periode April – September 2019

1.      Kelurahan Bangsal Aceh, Kecamatan Sungai Sembilan, Kota Dumai

Lokasi pertama yang dilakukan survey kawasan bekas terbakar periode April s/d September 2019 adalah Kelurahan Bangsal Aceh. Kunjungan ke Bangsal Aceh dilakukan pada hari Minggu, 8 September 2019. Dari pemantauan di lapangan serta komunikasi dengan pengurus MPA, tidak ada kasus kebakaran lahan yang terjadi pada periode tersebut. Adapun kebakaran lahan terjadi pada awal tahun 2018, yang menghabiskan ratusan hektar lahan milik masyarakat.

Dalam survey yang dilakukan di kelurahan Bangsal Aceh, berbeda dengan dua desa lain yang telah dikunjungi, disini didapati program revitalisasi tanaman oleh Badan Restorasi Gambut (BRG). Adapun jenis tanaman yang dilakukan penanaman adalah nenas dengan anggaran Rp. 199.840.000 diperuntukkan bagi lahan sebanyak 20 hektar. Penaman ini diserahkan kepada kelompok masyarakat (Pokmas) Sejahtera bersama.

Dokumentasi survey Kegiatan Revitalisasi BRG





Ket Foto: Lokasi Revitalisasi tanaman nenas oleh BRG di kelurahan Bangsal Aceh, Kec. Sungai Sembilan, Kota Dumai yang merupakan salah satu kawasan bekas terbakar pda tahun 2018 lalu.


2.      Desa Petani, Kecamatan Bathin Solapan, Kabupaten Bengkalis

Survey di desa petani ini dilaksanakan pada hari senin, tanggal 9 September 2019. Tim survey melakukan kordinasi dengan kepala desa, yang kemudian diarahkan untuk melakukan komunikasi dengan Dedi, selaku ketua Masyarakat Peduli Api (MPA) desa petani. Ketua MPA menjelaskan, selama ini desa Petani memang cukup rawan terjadi kasus kebakaran lahan, terutama di daerah Pematang Siku, yang berbatasan langsung dengan Kabupaten Rokan Hilir dan Rokan Hulu. Lokasi ini tidak dapat diakses saat pelaksanaan survey, dikarenakan kondisi jalan menuju area tersebut tida memungkinkan untuk dilewati. Lokasi kedua yang  juga cukup rawan yaitu didaerah sepanjang Jalan Siak yang menjadi akses masyarakat sekitar untuk menuju kota Duri.

Desa Petani sendiri menurut pengakuannya merupakan sebuah desa lama, yang kini telah dimekarkan menjadi beberapa desa. Hal ini pula yang menyebabkan sering kali hotspot yang terdeteksi di desa pemekaran tersebut masih dikaitkan dengan desa petani.

Adapun dari survey ini, maka didapatkanlah data sebagai berikut:

Waktu Kebakaran, Luas, Penyebab, dan Upaya Restorasi

1.         Lokasi bekas kebakaran pertama terjadi di pematang siku, pada tanggal 5 Agustus 2019. Area ini merupakan wilayah gambut dengan kedalaman antara 3 sampai dengan 5 meter. Adapun untuk kepemilikannya merupakan lahan milik masyarakat, namun sebagian besar dibiarkan terbengkalai. Menurut Kades Petani, bahkan saat terjadinya kebakaran banyak pemilik lahan yang tidak bisa datang untuk membantu proses pemadaman api. Luas area yang tebakar pada periode ini berkisar antara 35 sampai 40 Hektare. Yang mana untuk proses pemadaman sendiri memakan waktu 10 hari dengan melibatkan MPA, Manggala Agni, Laskar Melayu Bersatu, TNI dan juga Polri.

Untuk penyebab kebakaran sendiri pihak desa maupun MPA masih belum bisa memastikan, dikarenakan hingga saat ini belum ada koordinasi dari aparat kepolisian terkait apa penyebab kebakaran lahan diwilayah tersebut. Namun masyarakat sekitar beranggapan jika sebagian lahan tersebut sengaja dibakar, guna membersihkan lahan yang memang dlam keadaan belukar.

Setelah sekitar satu bulan, belum ada upaya restorasi yang dilakukan oleh pihak manapun. Hal ini dikarenakan adanya informasi yang beredar di masyarakat, jika lahan bekas terbakar yang telah digaris polisi tidak boleh dilakukan aktifitas apapun sampai 3 bulan berikutnya.

 







Foto area terbakar


 

2.     Lokasi bekas kebakaran kedua terletak disepanjang jalan Siak, yang terjadi pada awal juli 2019 lalu. Tidak seluas di pematang siku, untuk di Jalan Siak luas area yang terbakar desa Petani berkisar sekitar 8 hektar. Namun, dikarenakan lokasi kebakaran dekat dengan pemukiman masyarakat, kebakaran ini malah sangat berdampak terhadap polusi udara pada saat itu. Penyebab kebakaran ditempat ini juga masih belum diketahui secara pasti. Area yang terbakar merupakan lahan milik masyarakat yang dibiarkan terbengkalai, sehingga dipenuhi belukar dan alang-alang. Hal itulah yang menyebabkannya mudah terbakar saat musim panas. Untuk pemadamannya sendiri hanya dilakukan oleh anggota MPA dan memakan waktu sekitar tiga hari. Menurut MPA, Area disepanjang jalan Siak beberapa waktu belakangan memang cukup sering terjadi kebakaran lahan, namun tidak seluruhnya masuk dalam wilayah administrasi desa Petani. Hingga saat ini lokasi bekas terbakar masih dibiarkan dan belum mendapatkan upaya pemulihan kembali oleh pihak pemilik lahan.

 





Foto lokasi survey





 






3.      Desa Belutu, Kecamatan Kandis, Kabupaten Siak

Desa selanjutnya yang menjadi lokasi survei adalah desa Belutu. Survey diwilayah ini dimulai pada hari Rabu, 10 September 2019. Desa Belutu merupakan salah satu desa yang memiliki riwayat kebakaran cukup tinggi. Hal ini dikarenakan luas wilayahnya cukup lebar sebelum dilakukan pemekaran pada tahun 2011 lalu. Menurut ketua MPA, Pak Slamet, hal ini dikarenakan ada sekitar 3000 hektar wilayah Desa Belutu merupakan area gambut. Namun setelah adanya pemekaran, perlahan tingkat kebakaran mulai menurun, bahkan dalam pengakuannya, sepanjang tahun 2019 tidak ada kasus kebakaran diwilayah desa Belutu. Walaupun begitu, kebakaran lahan masih terjadi di salah satu desa pemekarannya, yaitu desa Pencing Bekulo. Sehingga survey dialihkan ke desa tersebut. Di desa ini pada Kamis, 11 September 2019, surveyor menemui ibu Vera, anggota MPA, yang ternyata merupakan satu satunya MPA wanita se Kabupaten Siak.

Disampaikan MPA, kebakaran lahan di desa Pencing ini terjadi pada minggu pertama bulan September 2019. Adapun jumlah kawasan yang terbakar mencapai 80 hektare, dengan kondisi lahan sebelum terbakar sebagian besar merupakan semak belukar, dan sebagian lagi kebun sawit milik masyarakat. Menurut penjelasan dari anggota MPA tersebut, pada kebakaran ini polisi telah menetapkan dua orang tersangka. Hal ini dikarenakan kebakaran lahan dipastikan berasal dari aktifitas kedua tersangka tersebut, yang membersihkan lahan untuk menanam cabai dengan cara membakar atau biasa disebut masyarakat dengan istilah merun. Namun kondisi angin yang tidak stabil, serta cuaca dalam keadaan panas, api tidak dapat dikendalikan lagi, sehingga merembet ke lahan milik warga disebelahnya, yang dipenuhi tumbuhan belukar.

Minimnya sumber air di lokasi kebakaran sempat menyulitkan untuk proses pemadaman api. Sehingga MPA beserta pihak desa meminta bantuan alat berat kepada PT Info Mas yang lokasi pabriknya tidak jauh dari lokasi kebakaran, untuk membuat embung. Dengan alat berat tersebut maka dibuat embung sebanyak 12 unit yang kemudian digunakan untuk sumber air guna pemadaman kawasan yang terbakar tersebut. Dalam pelaksanaanya, pemadaman api di desa Pencing tersebut memakan waktu hingga 13 hari, dengan melibatkan MPA desa, Babinsa, Polisi, Pamong Praja, dan juga pihak kecamatan. Alat yang digunakan adalah mini striker dan mesin apung untuk penyedot air. Hingga kini lokasi kebakaran terpantau masih di garis polisi, dan belum ada aktifitas apapun di area tersebut.

Sebagai informasi tambahan, desa Belutu maupun desa Pencing Bekulo belum pernah dimasuki program apapun dari Badan Restorasi Gambut (BRG) Nasional sampai dengan waktu survey dilakukan.

 Foto lokasi survey









 

 

Tidak ada komentar:

CONTOH LAPORAN PEMBANGUNAN DEMPLOT AGROFORESTRY

                                                                                                                                            ...