1. Kelurahan Bangsal Aceh, Kecamatan Sungai
Sembilan, Kota Dumai
Lokasi
pertama yang dilakukan survey kawasan bekas terbakar periode April s/d
September 2019 adalah Kelurahan Bangsal Aceh. Kunjungan ke Bangsal Aceh
dilakukan pada hari Minggu, 8 September 2019. Dari pemantauan di lapangan serta
komunikasi dengan pengurus MPA, tidak ada kasus kebakaran lahan yang terjadi
pada periode tersebut. Adapun kebakaran lahan terjadi pada awal tahun 2018,
yang menghabiskan ratusan hektar lahan milik masyarakat.
Dalam survey yang dilakukan di kelurahan Bangsal Aceh, berbeda dengan dua desa lain yang telah dikunjungi, disini didapati program revitalisasi tanaman oleh Badan Restorasi Gambut (BRG). Adapun jenis tanaman yang dilakukan penanaman adalah nenas dengan anggaran Rp. 199.840.000 diperuntukkan bagi lahan sebanyak 20 hektar. Penaman ini diserahkan kepada kelompok masyarakat (Pokmas) Sejahtera bersama.
Dokumentasi survey Kegiatan
Revitalisasi BRG
|
|
Ket
Foto: Lokasi Revitalisasi tanaman nenas oleh BRG di kelurahan Bangsal Aceh,
Kec. Sungai Sembilan, Kota Dumai yang merupakan salah satu kawasan bekas terbakar pda tahun 2018 lalu. |
2. Desa Petani, Kecamatan Bathin Solapan,
Kabupaten Bengkalis
Survey
di desa petani ini dilaksanakan pada hari senin, tanggal 9 September 2019. Tim
survey melakukan kordinasi dengan kepala desa, yang kemudian diarahkan untuk
melakukan komunikasi dengan Dedi, selaku ketua Masyarakat Peduli Api (MPA) desa
petani. Ketua MPA menjelaskan, selama ini desa Petani memang cukup rawan
terjadi kasus kebakaran lahan, terutama di daerah Pematang Siku, yang
berbatasan langsung dengan Kabupaten Rokan Hilir dan Rokan Hulu. Lokasi ini tidak
dapat diakses saat pelaksanaan survey, dikarenakan kondisi jalan menuju area
tersebut tida memungkinkan untuk dilewati. Lokasi kedua yang juga cukup rawan yaitu didaerah sepanjang
Jalan Siak yang menjadi akses masyarakat sekitar untuk menuju kota Duri.
Desa
Petani sendiri menurut pengakuannya merupakan sebuah desa lama, yang kini telah
dimekarkan menjadi beberapa desa. Hal ini pula yang menyebabkan sering kali
hotspot yang terdeteksi di desa pemekaran tersebut masih dikaitkan dengan desa
petani.
Adapun
dari survey ini, maka didapatkanlah data sebagai berikut:
Waktu
Kebakaran, Luas, Penyebab, dan Upaya Restorasi
1.
Lokasi bekas kebakaran
pertama terjadi di pematang siku, pada tanggal 5 Agustus 2019. Area ini
merupakan wilayah gambut dengan kedalaman antara 3 sampai dengan 5 meter.
Adapun untuk kepemilikannya merupakan lahan milik masyarakat, namun sebagian
besar dibiarkan terbengkalai. Menurut Kades Petani, bahkan saat terjadinya
kebakaran banyak pemilik lahan yang tidak bisa datang untuk membantu proses pemadaman
api. Luas area yang tebakar pada periode ini berkisar antara 35 sampai 40
Hektare. Yang mana untuk proses pemadaman sendiri memakan waktu 10 hari dengan
melibatkan MPA, Manggala Agni, Laskar Melayu Bersatu, TNI dan juga Polri.
Untuk
penyebab kebakaran sendiri pihak desa maupun MPA masih belum bisa memastikan,
dikarenakan hingga saat ini belum ada koordinasi dari aparat kepolisian terkait
apa penyebab kebakaran lahan diwilayah tersebut. Namun masyarakat sekitar
beranggapan jika sebagian lahan tersebut sengaja dibakar, guna membersihkan
lahan yang memang dlam keadaan belukar.
Setelah
sekitar satu bulan, belum ada upaya restorasi yang dilakukan oleh pihak
manapun. Hal ini dikarenakan adanya informasi yang beredar di masyarakat, jika
lahan bekas terbakar yang telah digaris polisi tidak boleh dilakukan aktifitas
apapun sampai 3 bulan berikutnya.
|
|
Foto area terbakar |
2. Lokasi bekas kebakaran kedua terletak
disepanjang jalan Siak, yang terjadi pada awal juli 2019 lalu. Tidak seluas di
pematang siku, untuk di Jalan Siak luas area yang terbakar desa Petani berkisar
sekitar 8 hektar. Namun, dikarenakan lokasi kebakaran dekat dengan pemukiman
masyarakat, kebakaran ini malah sangat berdampak terhadap polusi udara pada
saat itu. Penyebab kebakaran ditempat ini juga masih belum diketahui secara
pasti. Area yang terbakar merupakan lahan milik masyarakat yang dibiarkan
terbengkalai, sehingga dipenuhi belukar dan alang-alang. Hal itulah yang
menyebabkannya mudah terbakar saat musim panas. Untuk pemadamannya sendiri
hanya dilakukan oleh anggota MPA dan memakan waktu sekitar tiga hari. Menurut
MPA, Area disepanjang jalan Siak beberapa waktu belakangan memang cukup sering
terjadi kebakaran lahan, namun tidak seluruhnya masuk dalam wilayah
administrasi desa Petani. Hingga saat ini lokasi bekas terbakar masih dibiarkan
dan belum mendapatkan upaya pemulihan kembali oleh pihak pemilik lahan.
|
|
Foto lokasi survey |
3. Desa Belutu, Kecamatan Kandis, Kabupaten Siak
Desa
selanjutnya yang menjadi lokasi survei adalah desa Belutu. Survey diwilayah ini
dimulai pada hari Rabu, 10 September 2019. Desa Belutu merupakan salah satu
desa yang memiliki riwayat kebakaran cukup tinggi. Hal ini dikarenakan luas
wilayahnya cukup lebar sebelum dilakukan pemekaran pada tahun 2011 lalu.
Menurut ketua MPA, Pak Slamet, hal ini dikarenakan ada sekitar 3000 hektar
wilayah Desa Belutu merupakan area gambut. Namun setelah adanya pemekaran,
perlahan tingkat kebakaran mulai menurun, bahkan dalam pengakuannya, sepanjang
tahun 2019 tidak ada kasus kebakaran diwilayah desa Belutu. Walaupun begitu,
kebakaran lahan masih terjadi di salah satu desa pemekarannya, yaitu desa
Pencing Bekulo. Sehingga survey dialihkan ke desa tersebut. Di desa ini pada
Kamis, 11 September 2019, surveyor menemui ibu Vera, anggota MPA, yang ternyata
merupakan satu satunya MPA wanita se Kabupaten Siak.
Disampaikan
MPA, kebakaran lahan di desa Pencing ini terjadi pada minggu pertama bulan
September 2019. Adapun jumlah kawasan yang terbakar mencapai 80 hektare, dengan
kondisi lahan sebelum terbakar sebagian besar merupakan semak belukar, dan
sebagian lagi kebun sawit milik masyarakat. Menurut penjelasan dari anggota MPA
tersebut, pada kebakaran ini polisi telah menetapkan dua orang tersangka. Hal
ini dikarenakan kebakaran lahan dipastikan berasal dari aktifitas kedua
tersangka tersebut, yang membersihkan lahan untuk menanam cabai dengan cara
membakar atau biasa disebut masyarakat dengan istilah merun. Namun kondisi
angin yang tidak stabil, serta cuaca dalam keadaan panas, api tidak dapat
dikendalikan lagi, sehingga merembet ke lahan milik warga disebelahnya, yang
dipenuhi tumbuhan belukar.
Minimnya
sumber air di lokasi kebakaran sempat menyulitkan untuk proses pemadaman api.
Sehingga MPA beserta pihak desa meminta bantuan alat berat kepada PT Info Mas
yang lokasi pabriknya tidak jauh dari lokasi kebakaran, untuk membuat embung.
Dengan alat berat tersebut maka dibuat embung sebanyak 12 unit yang kemudian digunakan
untuk sumber air guna pemadaman kawasan yang terbakar tersebut. Dalam
pelaksanaanya, pemadaman api di desa Pencing tersebut memakan waktu hingga 13
hari, dengan melibatkan MPA desa, Babinsa, Polisi, Pamong Praja, dan juga pihak
kecamatan. Alat yang digunakan adalah mini striker dan mesin apung untuk
penyedot air. Hingga kini lokasi kebakaran terpantau masih di garis polisi, dan
belum ada aktifitas apapun di area tersebut.
Sebagai
informasi tambahan, desa Belutu maupun desa Pencing Bekulo belum pernah
dimasuki program apapun dari Badan Restorasi Gambut (BRG) Nasional sampai dengan waktu survey dilakukan.
|
|
|
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar