07 Maret 2019

“Menggali Potensi Alam dan Masyarakat Melalui Pendampingan”



Oleh: Idris Parubahan Pasaribu, S.IKom

1. Karhutla Gambut Riau dalam Angka


Ket Foto: Kawasan gambut yang selalu identik dengan air berwarna hitam kecoklatan



Provinsi Riau merupakan salah satu wilayah yang memiliki jumlah luasan lahan gambut terbanyak  di Pulau Sumatera. Hal ini Berdasarkan informasi yang dirilis Indonesian National  Carbon Accounting Sistem (INCAS). Dalam data yang disampaikannya, Riau memiliki luas wilayah kurang lebih 8,7 juta hektare, dengan 3,9 juta hektare diantaranya merupakan daerah gambut. Artinya hampir setengah wilayah negri melayu ini merupakan area yang sangat rentan terhadap kerusakan lingkungan, baik itu rawan terbakar, maupun kerusakan lahan akibat tingginya permintaan perluasan kawasan perkebunan di Riau.
Pada tahun 2014-2015 lalu misalnya, Provinsi Riau menjadi salah satu daerah penyumbang asap terparah untuk pulau sumatera selain Jambi dan Palembang. Kebakaran Hutan dan Lahan (Karhutla) terjadi hampir diseluruh area gambut yang tersebar di kabupaten/kota yang ada di Riau, dengan kisaran luasan mencapai 174 ribu hektar. Bahkan dalam rilis berita yang diterbitkan oleh kompas pada tanggal 15 Oktober 2015 lalu, dari 12.541 titik panas yang ada diseluruh tanah air, 93,6 persen nya merupakan lahan gambut Riau dalam kurun waktu 2 Januari-13 Maret 2014.
Sedangkan pada tahun 2016 periode Januari sampai dengan juli, BPBD Provinsi Riau mencatat setidaknya ada sekitar 1400 hektare lahan kembali terbakar di Riau. Meskipun jumlah ini di klaim mengalami penurunan dari dua tahun sebelumnya, namun pada kenyataanya masih cukup luas untuk sebuah provinsi yang telah masuk dalam daerah siaga karlahut.
Tentunya ini cukup berdampak buruk baik itu secara kesehatan masyarakat, maupun perekonomian. Hal ini terbukti dengan tingginya pasien penderita Inspeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA) saat itu. Tidak hanya kesehatan saja, dampak karhutla juga terkait kerusakan ekosistem yang ada diwilayah gambut tersebut. Apalagi kita tahu, beberapa wilayah gambut di Riau merupakan habitat hewan yang langka, seperti misalnya Harimau Sumatera, trenggiling, beberapa jenis burung dan juga Tapir.
Namun, jika berbicara tentang kerusakan lahan gambut, imbasnya tentu tidak hanya sebatas wilayah Riau saja. Karena dalam kenyataan, rusaknya area gambut sendiri dapat berakibat terhadap tingginya sumbangan emisi karbon dan emisi rumah kaca, yang berbahaya bagi udara di Riau, dan juga Indonesia pada umumnya. Sehingga perlu dilakukan banyak regulasi, agar hal ini tidak berlanjut untuk seterusnya.
Pemerintah Indonesia sendiri sebenarnya saat ini telah membentuk sebuah badan, yang memiliki nama Badan Restorasi Gambut (BRG). Yang mana salah satu tujuan dibentuknya badan ini adalah fokus melakukan peningkatan restorasi di tujuh daerah gambut, yang salah satunya adalah Provinsi Riau. Upaya yang dilakukan tersebut tentu perlu pula mendapatkan dukungan dari seluruh elemen masyarakat yang ada di Riau.
Melakukan restorasi terhadap area yang sebelumnya sudah cukup rusak, tentu bukan pula hal yang mudah. Apalagi dalam hal ini, perlu adanya biaya besar yang harus dikeluarkan oleh pemerintah pusat. Namun sulit belum tentu pula berarti tidak mungkin, karena pada dasarnya hal yang sangat penting dalam upaya restorasi gambut ini adalah kesadaran dari masyarakat diwilayah gambut itu sendiri. Selain itu, upaya yang harus dilakukan selanjutnya adalah dengan melakukan pendekatan secara masiv terhadap beberapa konsesi yang memiliki wilayah kerja di area gambut.
Mengubah paradigma masyarakat untuk memperhatikan kawasan gambut akan cukup sulit, ketika hanya berbicara tentang restorasi saja. Karena pola fikir masyarakat masih tertuju pada keuntungan yang akan didapatkan jika melakukan sesuatu hal. Ini merupakan tugas penting yang harus dilakukan, dengan mengubah pola fikir yang ada menjadi keperdulian terhadap lestarinya alam disekitar mereka.
Sebuah ibarat mengatakan, lebih baik terlambat daripada tidak sama sekali. Artinya masih sangat besar kemungkinan restorasi dapat dilakukan di area rawan terbakar, selama ada dukungan dari semua unsur yang terkait didalamnya. Yang terpenting adalah bagaimana mengembalikan dan meningkatkan kesadaran masyarakat, agar mau ikut serta melakukan upaya restorasi tersebut. Sebab, dengan adanya dukungan dari masyarakat tempatan, pemerintah juga dapat menjadikan kegiatan restorasi sebagai sarana peningkatan ekonomi warga.
2.  Pendampingan Bukan Untuk Menggurui
Berbicara tentang upaya restorasi, akan banyak pilihan cara yang dapat dilakukan. Mulai dari yang paling ekstrim seperti pemutusan kontrak kerja dengan perusahaan penyebab kebakaran lahan, penangkapan terhadap pelaku pembakaran lahan, sampai idengan upaya paling damai melalui rehabilitasi kawasan eks karhutla. Namun disini penulis akan lebih memfokuskan restorasi melalui pendampingan desa sebagaimana yang telah di programkan oleh pemerintah pusat melalui Badan Restorasi Gambut (BRG).
Masyarakat Riau pada umumnya tentu sudah tidak asing mendengar tentang pendampingan desa sejak beberapa tahun belakangan. Hal ini terkait dengan cukup tingginya kasus kebakaran lahan dan hutan (KARHUTLA) di negri berkontur tanah gambut ini.  Banyak pendampingan yang diterima oleh desa baik itu yang dilakukan oleh pemerintah pusat maupun Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) yang bergerak dibidang konservasi lingkungan.
Beberapa pendampingan yang dilakukan tersebut diantaranya berkaitan dengan peningkatan ekonomi masyarakat, pemanfaatan hasil gambut, rehabilitasi kawasan eks karhutla, sampai dengan pelatihan bagi anggota Masyarakat Peduli Api (MPA). Namun, pada kenyataanya, kebanyakan kegiatan pendampingan yang ada selama ini terlalu fokus menjalankan list program kerja yang telah dimiliki oleh lembaga yang melakukan kegiatan konservasi tersebut, tanpa melihat bagaiaman keinginan dari masyarakat desa. Hal inilah yang menjadi penyebab timbulnya pola fikir masyarakat untuk menjadikan program kegiatan sebagai pencarian keuntungan secara pribadi.
Dengan sistem yang berjalan ini, tentunya hasil yang didapatkan hanya akan terputus saat pelaksanaan program selesai. Artinya masyarakat desa tidak memiliki kemampuan untuk mengelola sumber daya alam (SDA) dan sumber daya manusia (SDM) setelah projek selesai. Tentunya hal inilah yang perlu menjadi bahan pertimbangan sebagaima tujuan awal dari sebuah pendampingan masyarakat.
Pada dasarnya, pendampingan yang dilakukan bertujuan untuk meningkatkan kegiatan pemberdayaan masyarakat. Artinya dengan adanya pendampingan, masyarakat akan dituntut untuk dapat berfikir lebih maju, sehingga mampu memanfaatkan segala macam SDA dan SDM yang ada diwilayahnya masing-masing. Dengan semakin majunya pola fikir masyarakat tersebut, tentu akan berimbas pula terhadap kelestarian lingkungan, serta peningkatan ekonomi masyarakat.
Untuk pencapaian hal itu, ada beberapa skema yang harus disusun secara rapi agar tujuan pemberdayaan ini dapat berjalan maksimal. Mulai dari penyamaan persepsi dengan masyarakat yang akan didampingi, sampai dengan penciptaan inovasi baru disesuaikan dengan kondisi yang ada di lapangan. Perlu diketahui, hal mendasar yang paling sulit untuk melakukan pendampingan adalah penyamaan persepsi dengan masyarakat. Hal ini mengingat tingkat pendidikan, keberagaman suku dan agama, serta kepercayaan yang telah dimiliki oleh masyarakat desa berbeda dengan calon pendamping yang akan ditempatkan di desa.
Lalu bagaimana sebenarnya cara menyamakan persepsi antara orang yang bukan merupakan warga desa (pendamping) dengan masyarakat desa?. Lagi-lagi kita sebenarnya harus memahami betul maksud dari adanya pendampingan desa yang dilakukan oleh BRG. Adanya pendampingan BRG dimaksudkan untuk menggali sebanyak mungkin tentang potensi desa yang menjadi wilayah intervensi program. Mulai dari potensi peningkatan ekonomi disesuaikan dengan kearifan lokal, hingga peningkatan SDM dalam mengelola SDA yang ada diwilayahnya masing-masing.
Hal pertama yang harus dilakukan oleh seorang pendamping desa adalah melakukan pemetaan wilayah desa. Meskipun maksud pemetaan disini bukanlah membuat peta desa, namun pendamping harus mengetahui terlebih dulu batas wilayah desa yang menjadi wilayah dampingan. Tujuan dari pemetaan wilayah ini sendiri adalah untuk mengetahui secara pasti lokasi pekerjaan yang akan dilakukan selama masa pendampingan nantinya. Artinya pendamping tidak lagi melulu bertanya tentang sampai dimana wilayah kerja nya kepada aparatur pemerintahan desa.
Setelah pendamping mengetahui tentang wilayah desa, hal berikutnya yang perlu dilakukan adalah memetakan tokoh berdasarkan kelompok. Misalnya keberagaman suku, agama, tingkat pendidikan, sampai dengan tingkat perekonomian masyarakat di desa dampingan tersebut. Adapun tujuan pemetaan tokoh ini dilakukan untuk melihat bagaimana karakteristik masyarakat, sehingga akan memudahkan nantinya melakukan pendekatan saat melaksanakan kegiatan pendampingan. Tentulah dengan latar belakang yang berbeda, akan berbeda pula cara berfikirnya dalam menanggapi sebuah masukan yang diterima dari orang luar desa.
Jika kedua hal penting diatas telah didapatkan oleh pendamping, maka secara perlahan pendekatan sudah dapat dilakukan langsung kepada masyarakat. Barulah kita sebagai pendamping akan masuk dalam pencarian informasi terkait kebutuhan yang diinginkan masyarakat dengan adanya pendampingan yang dilakukan oleh BRG ini. Sekali lagi disini kita tidak langsung menawarkan program yang kita inginkan, namun lebih kepada sharing mengenai apa sebenarnya potensi desa yang dapat dikembangkan, jika diselaraskan dengan program kerja yang dimiliki oleh BRG.
Pada beberapa desa yang telah menjadi dampingan BRG, peningkatan ekonomi desa yang dilakukan diantaranya seperti pembuatan demplot pertanian. Tentu nya hal ini cukup baik, karena dapat memancing inisiatif masyarakat untuk kembali melakukan kegiatan pertanian, sesuai dengan potensi wilayah yang dimiliki desa nya. Selain itu, pembuatan demplot pertanian ini dapat pula menjadi acuan bagi masyarakat lainnya jika memang berhasil dalam melakukan pengembangan. Disini pendamping dan masyarakat hanya perlu menentukan jenis tanaman apa yang paling cocok untuk ditanam di demplot yang dibangun tersebut.
Berdasarkan pengalaman pendampingan yang telah dilakukan oleh penulis di beberapa desa gambut sebelumnya, jenis tanaman pertanian yang cocok dan paling banyak ditanam adalah jenis tanaman lunak diantaranya seperti cabai rawit, bawang merah, dan juga nenas. Pemilihan tanaman ini bukan tidak memiliki alasan, selain ketahanan tanaman dengan tingkat keasaman tanah gambut yang cukup tinggi, namun potensi hasil yang akan didapatkan oleh masyarakat juga cukup menjanjikan, karena memang potensi kegagalan panen jenis tanaman ini cukup minim sekali. Namun tentunya untuk tingkat keberhasilan yang tinggi, harus pula dilakukan dengan pendampingan oleh orang yang ahli dalam bidang pertanian.
Tidak hanya berkaitan dengan peningkatan ekonomi masyarakat saja, pendampingan oleh BRG ini sendiri juga bertujuan untuk melakukan pencegahan kasus kebakaran hutan dan lahan (Karhutla). Untuk tujuan yang satu ini pendekatan dapat dilakukan dengan melakukan komunikasi dengan Masyarakat Peduli Api (MPA) maupun kelompok lain yang sejenis yang dimiliki oleh desa. Disini pendamping dapat meminta data kasus kebakaran yang pernah terjadi di desa, cara penangan yang dilakukan, jenis peralatan yang digunakan untuk pemadaman serta melihat secara langsung titik kebakaran yang terjadi tersebut.
Untuk diketahui, dalam beberapa waktu belakangan, sebagian besar daerah yang terjadi kasus kebakaran lahan di Riau biasanya merupakan lahan tidur, dan juga lahan yang tidak pernah disentuh oleh pemiliknya. Disini kita sebagai pendamping dapat melihat potensi yang dapat dilakukan pada lahan tersebut, tentunya dengan izin si empunya lahan. Jika memang memungkinkan, sebenarnya lahan tidur tersebut bisa dimanfaatkan sebagai lokasi demplot pertanian sebagaimana yang telah dijelaskan diatas.
Setelah beberapa prosedur pendampingan diatas dilakukan oleh pendamping lapangan, maka tujuan dari kegiatan yang dicanangkan oleh BRG dapat terealisasi dengan baik. Artinya paradigma masyarakat tentang proyek terhadap kegiatan yang dilakukan oleh lembaga penggiat lingkungan, dapat bergeser menjadi niat untuk mengembangkan potensi desa. Kita sebagai pendamping pun tidak lagi hanya menjalankan apa yang menjadi keinginan perorangan, namun lebih memfokuskan kegiatan pada kesepakatan bersama dengan seluruh elemen masyarakat yang ada di desa.




Pembangunan Sekat Kanal di kawasan Rawan Terbakar

Ket Foto: Pembangunan Sekat Kanal


Latar Belakang

Kelurahan Bangsal Aceh merupakan salah satu dari 5 (lima) Kelurahan yang terdapat di Kecamatan Sungai Sembilan Kota Dumai. Kelurahan Bangsal Aceh sudah ada lebih kurang sejak  tahun 1940, yang merupakan pemekaran dari desa Lubuk Gaung. Dimana pada saat itu bernama Desa Muda Bangsal Aceh. Secara Administratif, status Desa Bangsal Aceh berubah menjadi Kelurahan dengan keluarnya Peraturan Daerah (Perda) Kota Dumai No. 3 Tahun 2000 tentang Perubahan Status Desa menjadi Kelurahan. Perubahan status ini bertujuan untuk peningkatan penyelenggaraan pemerintahan, pelaksanaan pembangunan, dan pemberian pelayanan kepada masyarakat agar lebih efektif dan efisien.
Daerah Kelurahan Bangsal Aceh sebagian besar wilayahnya merupakan kawasan lahan gambut. Gambut basah awalnya terbentang antara RT 06 sampai dengan RT 10. Namun sekarang ini daerah sekitarnya sudah menjadi kering, terutama pada musim kemarau dan sering kali mengalami kebakaran. Contohnya saja, dalam beberapa tahun belakangan, wilayah ini selalu menjadi kawasan rutin terbakar. Salah satu faktor yang menyebabkan lahan mudah terbakar, yaitu masih banyaknya lahan tidur milik masyarakat yang belum diolah dengan alasan kurangnya biaya untuk membuka lahan.
Masyarakat Bangsal Aceh khusunya RT 06 sebelumnya juga sudah pernah melakukan pembangunan Sekat Kanal sederhana secara swadaya. Sekat dibangun hanya dengan menggunakan terpal, yang dipancang dengan kayu cerocok. Namun tentu saja dengan bangunan yang alakadarnya ini, ketahanannya hanya untuk beberapa saat saja. Bahkan pada saat terjadi kebakaran pada awal Februari 2019 lalu, masyarakat kembali melakukan penyekatan dengan metode yang sama. Dari kanal inilah masyarakat, manggala agni dan BPBD mengambil persediaan air yang digunakan untuk memadamkan api.
Melihat hal ini, KAR merasa perlu dilakukan pembangunan sekat kanal yang permanen. Dengan adanya pembangunan sekat kanal ini, diharapkan masyarakat tidak lagi harus disibukkan melakukan penyekatan saat terjadi kebakaran. Selain itu, dikarenakan lokasi pembangunannya berada diwilayah rawan terbakar, tentunya keberadaan sekat kanal juga diharapkan bisa menjadi alternatif untuk membasahi tanah gambut yang ada disekitarnya, sehingga tidak mudah terbakar saat musim kemarau.
Identifikasi Lokasi
Akses menuju lokasi bisa ditempuh dengan menggunakan kendaraan darat melewati jalan tanah sejauh ±10 Km dari jalan Cut Nyak Dien Kelurahan Bangsal Aceh dengan perkiraan waktu sekitar 10 menit perjalanan. Lokasi pemukiman terdekat dari lokasi pembangunan adalah RT 06 Bangsal Aceh. Di sepanjang perjalanan menuju kanal akan ditemukan rumah-rumah masyarakat yang umumnya berada dilokasi kebun sawit mereka.
Dimensi kanal diperkirakan memiliki lebar 2 hingga 3 meter dengan kedalaman 1 hingga 3 meter. Kawasan secara umum memiliki kontur yang landai dengan kedalaman gambut pada lokasi skitar 1 hingga >4 meter. Jumlah sekat yang telah  dibangun bejumlah 2 unit. Berdasarkan hasil overlay titik koordinat lokasi pembangan sekat kanal dengan peta kawasan hutan KLHK SK 393, lokasi pembangan sekat kanal berada di status kawasan Hutan Produksi (HP).

Jenis dan Tipe Sekat yang Dibangun
Bedasarkan hasil survey lapangan dan identifikasi kawasan, serta megacu dari rekomendasi kriteria pembangunan sekat kanal dalam modul Pembangunan Infrastruktur Pembasahan Gambut-Sekat Kanal Berbasis Masyarakat, Badan Restorasi Gambut maka dipilih jenis dan tipe bangunan sekat kanal dianggap sesuai untuk kondisi lokasi yang direncanakan.
Jenis dan tipe sekat yang direkomendasikan untuk kawasan budidaya terdiri dari sekat kayu, batu, beton, beton pra-cetak, dan pintu air. Sekat-sekat pada kawasan budidaya direkomendasikan memiliki perangkat pengatur muka air berupa peluap, namun elevasi peluap tidak boleh lebih dalam dari 40 cm sesuai dengan Peraturan Pemerintah No. 57 tahun 2016 tentang pengelolaan dan perlindungan dan pengelolaan ekosistem gambut.
Disamping untuk pengaturan tinggi muka air minimal yang harus dipertahankan, sistem peluap juga dimaksudkan untuk pengaturan jalur navigasi/transportasi di dalam kanal dan kegiatan-kegiatan penggunaan kanal lainnya. Berdasarkan informasi dan hasil survey lapangan, ketersedian dan kemudahan dalam memperoleh bahan baku utama pembangunan sekat kanal. Maka jenis dan tipe sekat yang dipilih adalah Sekat Kayu Multi-Lapis (Multiple-sheet piles Dam) dengan bahan konstruksi struktur/rangka utama terbuat dari kayu (umumnya kayu bulat).

Jenis dan Tipe Sekat dengan struktur kayu multi-lapis adalah sekat kayu (umumnya kayu bulat) yang dibangun dengan barisan/susunan vertikal kayu bulat (lebih dari satu susunan) dan diantara susunan barisan kayu bulat vertikal tersebut diisi dengan karung-karung tanah atau tanah gambut matang (hemik/saprik). Tujuan pembuatan struktur kayu multi-lapis adalah agar dapat menahan tekanan air dan debit air yang relatif lebih besar.
Tipe sekat kayu bulat multi-lapis dapat dilengkapi dengan perangkat peluap/pelimpah air maupun tanpa peluap.Pengisian rongga diantara lapisan sekat kayu direkomendasikan menggunakan tanah mineral atau tanah gambut yang sudah matang (hemik/saprik). Tidak dianjurkan untuk menggunakan pasir karena umumnya pasir akan terbawa arus air apabila karung (sak) tanah pembungkusnya terkelupas dan membusuk. Di samping itu, pasir tidak bisa dijadikan media tanam yang baik bagi tumbuhan kayu kalau di atas sekat-sekat kayu tersebut ada perencanaan untuk dilakukan penanaman kayu sebagai penguat. Dianjurkan sebelum karung-karung tanah diisi agar di sepanjang dinding bagian dalam sekat kanal dua dan multi lapis dilapisi dengan terpal A15 untuk mengatasi/mengurangi rembesan air melalui karung-karung tanah yang ada.

Analisis Bahan Material Sekat Kanal dan Kebutuhan Tenaga Kerja
Bahan/materi utama yang diperlukan untuk pembangunan sekat kanal adalah kayu. Jenis kayu yang digunakan harus lah dari jenis kayu kuat dan tahan air, dari hasil survey lapangan, kayu-kayu yang yang dibutuhkan dapat diperoleh disekitar kawasan lokasi pembangunan sekat kanal. Dalam memperoleh bahan baku kayu yang dibutuhkan, dapat bekerjasama dengan masyarakat setempat.
Kebutuhan Alat dan Bahan:
·      Kayu cerocok atau balok (Kayu Setempat Kelas I atau II) diameter 5 - 8 cm, panjang ± 4 - 8m
·      Tanah mineral dan/atau tanah gambut matang (saprik hemik)
·      Karung Plastik
·      Peralatan Pertukangan (meteran, kunci 14, mata bor panjang, gergaji tangan, parang, kampak, selang untuk water pass, palu, benang)
·      Terpal A15
·      Kayu Balok 2x5 dan 2x2 cm
·      Papan Beton 4
·      Paku Sampan 5”
·      Paku 3”
·      Cangkul;
·      Sekop;
·      Tali tambang;
·      Terpal A15
·      Tenaga kerja ±7 orang termasuk kepala tukang
·      Waktu pelaksanaan ± 8 hari kalender (material on site)
·      Dll, (Rincian di sajikan pada poin Estimasi Biaya)

Kebutuhan tenaga kerja ini perlu disampaikan kepada masyarakat agar mereka memahami alasan diperlukan jumlah tenaga kerja yang akan dipekerjakan untuk membangun sekat kanal.
Perlu adanya penyampaian bahwa bahan/materi sekat yang akan digunakan sangat dipengaruhi oleh ukuran parit/saluran yang akan ditutup. Disamping itu, bahan-bahan sebaiknya disesuaikan dengan ketersediaan bahan yang ada di dekat lokasi pembangunan sekat. Pemilihan materi/bahan pembuatan sekat hendaknya mudah didapat di sekitar lokasi penyekatan parit/saluran, murah harganya, kuat dan tahan lama (tidak mudah lapuk/busuk), tidak gampang dirusak baik oleh kekuatan arus, binatang ataupun manusia. Tahapan penyiapan tenaga kerja yang dibutuhkan sebagai berikut:
Kelompok yang Melaksanakan Pekerjaan
Kegiatan pembangunan sekat kanal dilaksanakan oleh masyarakat tempatan itu sendiri. Dalam hal ini pengerjaan di koordinatori oleh ketua RT 06 Bangsal Aceh. Adapun masyarakat yang dipilih untuk melakukan pembangunan merupakan masyarakat asli RT 06.
Perjanjian Kerjasama dengan Kelompok Pelaksana
Selanjutnya adalah mengadakan perjanjian kerjasama pembangunan bangunan (padiatapa) sekat kanal dan pemeliharaannya dengan kelompok masyarakat stempat dan juga pemerintah kelurahan Bangsal Aceh. Di dalam perjanjian kerjasama tersebut dijelaskan secara rinci tugas dan tanggung jawab, kewajiban dan hak, ruang lingkup kegiatan, sesuai dengan kesepakatan antara kelompok masyarakat dengan pemberi kegiatan. Hal-hal mengenai desain dan spesifrkasi teknis, jumlah kebutuhan tenaga kerja, material, prosedur dan metode pelaksanaan pekerjaan, keselamatan dan kesehatan kerja, pemeliharaan pasca konstruksi, dan lain-lain dituangkan dalam Kerangka Acuan Kerja yang merupakan satu kesatuan dengan Perjanjian Kerjasama.
Penetapan waktu penyekatan kanal dan waktu mobilisasi bahan
Penetapan waktu kegiatan penyekatan parit/kanal bersama masyarakat direncanakan jauh hari sebelumnya dan dengan melibatkan tokoh-tokoh masyarakat sebagai fasilitator kegiatan. Namun dikarenakan lokasi pembangunan sekat kanal cukup jauh, maka mobilisasi bahan terpaksa dilakukan dua kali.
Biaya Penyekatan
Biaya aktual konstruksi struktur sekat sangat tergantung pada jenis bahan inti yang akan digunakan (yang sebenamya terkait dengan daya tahan struktur yang diperlukan dan umur), kondisi lokasi serta kemudahan konstruksi. Perbandingan biaya digunakan sebagai panduan biaya dari berbagai jenis sekat. Biaya yang sebenarnya akan sangat tergantung pada beberapa faktor seperti ketersediaan bahan, aksesibilitas lokasi, kedalaman gambut, dan desain struktur.

Biaya-biaya meliputi biaya untuk pekerjaan persiapan seperti mobilisasi alat, pengukuran dan pembersihan lahan, biaya konstruksi, biaya perapihan dan demobilisasi serta biaya pengawasan. Biaya konstruksi meliputi biaya untuk sewa/beli alat (seperti cangkul, gergaji, parang, paku, palu dan sebagainya, upah pekerja dan biaya transportasi (kapal/perahu, rakit, mobil dan sebagainya), biaya asuransi kecelakaan pekeija, serta biaya pembelian bahan- bahan materi sekat (tiang pancang, kayu, papan, paku, plastik/terpal/geotekstil, karung goni/plastik dan sebagainya).
Pada saat konstruksi diperlukan pengawasan yang didampingi oleh pengawas teknis lapangan, supaya pada saat pembangunan kanal dapat diarahkan sesuai gambar kerja. Pembuatan analisa anggaran biaya berdasarkan harga satuan daerah setempat yang sudah diperbaharui setiap enam bulan sekali. Estimasi biaya penyekatan ini yang akan digunakan sebagai dasar untuk ditawarkan kepada kelompok yang akan membangun sekat kanal.
Tabel Rincian Biaya Pembangunan 2 Unit Sekat

No
Uraian
Satuan
Kuantitas
Durasi
Harga Satuan
Jumlah Harga
1
Belanja Bahan Material
1.1
Kayu Pancang (diameter 5-8cm)
Batang
300
1
 Rp         20,000.00
Rp          6000,000.00
1.2
Kayu Balok 2x5 cm
Batang
10
1
 Rp         80,000.00
Rp          800,000.00
1.3
Kayu Balok 2x2
Batang
8
1
 Rp         50,000.00
Rp      400,000.00
1.4
Terpal A15
M
100
1
 Rp         30,000.00
Rp      3,000,000.00
1.5
Papan
Lembar
6
1
 Rp         70,000.00
Rp      420,000.00
1.6
Paku, Baut, Mur dll
Kg
20
1
 Rp         30,000.00
Rp          600,000.00
1.7
Gergaji Kayu
Lembar
2
1
 Rp          48,000.00
Rp         96,000.00
1.7
Tanah Timbun
Mobil
3
1
 Rp         400,000.00
Rp      1,200,000.00
1.8
Karung
Lembar
400
1
 Rp            2,000.00
 Rp      800,000.00
1.9
Pipa Paralon 3”
Batang
4
1
 Rp       120,000.00
 Rp       480,000.00
Jumlah Harga Pekerjaan No. 1




 Rp    13,796,000.00
2
Pekerjaan Persiapan
2.1
Biaya mobilisasi bahan material
Trip
4
1
 Rp   300,000.00
 Rp      300,000.00
2.2
Biaya mobilisasi tanah timbun
Trip
6
1
 Rp   500,000.00
 Rp      500,000.00
Jumlah Harga Pekerjaan No. 2




 Rp      800,000.00
3
Pekerjaan Pembangunan Sekat







3.1
Honor Pekerja
Hari
7
6
 Rp       150,000.00
 Rp     6 ,300,000.00
Jumlah Harga Pekerjaan No. 3




 Rp   6 ,300,000.00
Jumlah Harga Seluruh Pekerjaan
 Rp    20,896,000.00

Tahapan Pembangunan Sekat Kanal

1. Mobilisasi bahan material, tenaga kerja dan peralatan

Sebelum kegiatan pembangunan sekat kanal dilakukan, maka seluruh kebutuhan bahan, tenaga kerja dan peralatan yang diperlukan untuk pembangunan sekat tersebut harus diadakan dan dimobilisasi pada lokasi-lokasi dimana rencana penempatan titik sekat dilakukan. Pengadaan dan mobilisasi bahan, tenaga kerja dan peralatan dilaksanakan secara matang dengan mempertimbangkan tingkat aksesibilitas, jarak lokasi kegiatan sekat kanal dan keamanan bahan serta peralatan terhadap resiko perusakan atau pencurian.

2. Pengerjaan Pembangunan Sekat Kanal
Pekerjaan pembangunan bagian struktur/kerangka sekat dibagi menjadi tiga segmen yaitu bagian badan utama (main frame), peluap (spillway) dan bagian sayap (wings). Kegiatan utama yang dilakukan pada pembangunan struktur badan utama dan peluap sekat adalah sebagai berikut:
a.         Membangun bendung penghalang aliran di kanal/parit/saluran atau membangun saluran pengalih aliran air di samping parit/saluran (side channel) untuk menjaga agar titik lokasi pembuatan sekat kanal tetap kering
b.        Pembersihan lokasi penyekatan parit/kanal
c.         Peruncingan tiang kayu (cerucuk) bulat (pancang, pengaku, barisan kayu bulat)
d.        Pemancangan tiang pancang utama dan barisan/jajaran kayu bulat vertikal (dinding sekat) pada bagian peluap (landai dan bidang miring) dan sayap sekat. Perlu dicatat dan diingat bahwa pemasangan tiang pancang utama maupun barisan/jajaran kayu bulat vertikal dinding sekat harus sampai ke dalam lapisan tanah di bawah lapisan tanah gambut (mineral/alluvial subsoil). Begitu juga struktur kayu bagian sayap harus dibangun beberapa meter (tergantung lebar kanal) menjauh dari pinggir kanal (berm)
e.         Kemudian dilanjutkan dengan pemasangan tiang-tiang pancang kayu bulat sebagai pengikat/pengaku sekat baik pada bagian hulu (upstream) maupun bagian hilir (downstream); dan
f.          Pekerjaan terakhir adalah pemotongan dan merapikan struktur kayu sekat. Tinggi elevasi sekat (dam crest) tidak boleh lebih tinggi dari permukaan gambut (atau tanggul). Disarankan agar tinggi sekat sejajar dengan tinggi permukaan tanah gambut atau beberapa centimeter dibawah permukaan gambut.



Pemasangan Pelapis Terpal
Setelah struktur utama kayu sekat sudah siap, kegiatan berikutnya adalah pemasangan pelapis kedap air (terpal atau geotextile) pada bagian hulu dinding struktur sekat. Maksud dan tujuan pemasangan pelapis kedap air ini adalah untuk mengurangi laju aliran air melalui celah struktur kayu sekat sehingga memudahkan pengisian tanah pada rongga-rongga sekat yang diperuntukkan untuk pengisian tanah atau karung tanah.
Tidak dianjurkan untuk memasang pelapis terpal/geotextile pada bagian dasar dan sisi sekat pada dinding kanal karena akan berpotensial untuk terjadinya rembesan dan penggerusan bagian bawah sekat (underneath seepage) maupun rembsesan dan penggerusan pada bagian samping kiri dan kanan sekat (berm seepage).

Penimbunan dan Finishing Sekat Kanal
Tahapan berikutnya adalah pengisian dan penimbunan bahan pengisi rongga-rongga pada struktur utama kayu sekat yang disediakan dan diperuntukan bagi pengisian bahan pemadat sekat (tanah). Dalam hal ini bahan yang digunakan adalah campuran antara semen dengan pasir cor. Pemilihan bahan sendiri dimaksudkan untuk menjaga ketahanan material, sehingga tidak mudah hancur saat arus sedang kencang. Yang mana kedua bahan ini dimasukkan kedalam karung, kemudian diletakkan pada bagian sisi kedua sayap sekat dan juga pada bagian tengah sekat.
Setelah proses pengisian tanah selesai langkah berikutnya dilakukan pemasangan bagian penutup peluap dengan papan atau bahan lain yang sesuai agar proses pengaliran kelebihan air dari bagian hulu ke bagian hilir dapat berjalan lancar dan penggerusan bahan pengisi sekat dapat diminimalisir.
Catatan:
Karena sifat lahan gambut sangat lunak, sementara tekanan air di dalam saluran yang disekat bisa akan sangat kuat (terutama pada saluran yang berukuran lebar > 3 m), maka untuk mencegah kebocoran atau rusaknya sekat disarankan sebagai berikut:
a.       Balok penguat yang dipasang melintang/horisontal harus menembus lapisan gambut jauh ke samping kiri-kanan parit ke darat (disarankan sekurangnya 2 meter dari kedua tepi saluran). Sedangkan, balok/tiang papan yang dipasang tegak/vertikal harus ditancapkan ke dasar saluran hingga menembus lapisan tanah mineral/tanah keras di bawahnya. Hal ini untuk mencegah kerusakan tabat/sekat akibat tekanan air melalui pinggiran maupun bawah sekat; dan
b.      Penanaman vegetasi di atas timbunan sekat sangat dianjurkan agar sekat menjadi lebih kuat. Penanaman tanaman air di perairan sekitar sekat (bagian hulu dan hilir sekat) juga dapat dilakukan untuk melindungi sekat dari lajunya aliran air.






Pelaksanaan

Pelaksana pembangunan sekat kanal ini adalah kelompok masyarakat Kelurahan Bangsal Aceh, yang dikoordinatori oleh ketua RT 06. Pembangunan Sekat Kanal tahap pertama dilakukan pada lokasi dengan koordinat 101̊ 20' 20" E - 1̊ 42' 27" N.Sedangkan pembangunan Sekat Kanal tahap kedua dilakukan pada lokasi dengan koordinat 101̊ 20'28" E - 1̊ 42'27" N dengan jarak pembangunan sekitar kurang lebih 300 meter kearah hilir sekat kanal pertama.

Dokumentasi Proses Pembangunan
Pengisian karung goni


Langsir Bahan




Pemasangan dinding bangunan sekat I


Proses Pemasangan Spiilway dan penimbunan Sekat I

Hambatan/tantangan

Hambatan/tantangan pembangunan sekat kanal ini adalah:
1.      Akses menuju lokasi yang cukup jauh sehingga memperslit dalam mobilisasi bahan baku dan membutuhkan biaya lebih
2.      Cukup sulit dalam memperoleh bahan baku kayu pancang atau cerocok disekitar area pembangunan sekat kanal karena kawasan tersebut sudah banyak beralih fungsi menjadi lahan sawit.




CONTOH LAPORAN PEMBANGUNAN DEMPLOT AGROFORESTRY

                                                                                                                                            ...